MASIGNCLEAN101

[Experience] Latihan Mendaki Gunung Cumbri

[Semua foto aku sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jikalau besar lengan berkuasa pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Tadinya aku mau dongeng soal pengalaman aku berkunjung ke Museum Keraton Surakarta agar sekalian ada nilai edukasinya di pos ini, tapi batal gegara stok fotonya duikit dan tidak menunjang. Waktu itu aku sempat masuk museum memang dan ambil foto-foto juga, tapi lantas malah aku hapus pas ngedit alasannya yakni berasa mistis. Saya jadi ngeri-ngeri sendiri gitu makanya ngga betah nyimpen. Maka nggak jadi deh aku berkisah soal kunjungan ke museum. Tapi tetep ada gantinya kok yang tak kalah menarique. Kaprikornus kini aku mau dongeng soal pengalaman pas mendaki gunung aja. Ehm bergotong-royong kalo mengingat tingginya sih kawasan yang aku kunjungi ini lebih pantas disebut bukit. Tapi berhubung dinamakan gunung, dan di peta juga ditulis gunung, maka tidak salah kalo aku nyebutnya juga gunung.

Gunung Cumbri namanya. Terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, perjalanan menuju ke sana dari Solo memakan waktu kurang lebih dua jam. Itu udah tidak mengecewakan ngebut lho dan berangkatnya malam pula yang mana jalanan relatif lebih sepi. Saya ke sana bareng dua sahabat waktu itu. Berangkat sekitar pukul 12 malam alasannya yakni memang narget hingga Cumbri sebelum matahari terbit. Dari Solo untuk menuju ke Cumbri arahnya ke timur, melewati Solo Baru untuk kemudian mengambil jalan ke Wonogiri. Nah Cumbri ini kalo aku lihat di peta sih masuknya wilayah Kabupaten Wonogiri. Tapi desa di bawah kaki gunungnya itu berdasarkan bapak-bapak warga sekitar yang kebetulan ada pas aku ke sana udah masuk wilayah Jatim. Deket Ponorogo apa ya kalo nggak salah. Jalan ke Cumbri medannya nggak susah alasannya yakni lewat jalan raya, tapi pas udah mulai deket lewatnya jalan desa gitu yang model cor-coran pasir dan semen. Dari jalan raya aspal hingga titik mulai mendaki di kaki gunung yang dapat dicapai lewat jalan cor, jaraknya paling sekitar 2 - 3 kilometer.

Di bawah sebelum mendaki, ada semacam pos gitu untuk penitipan kendaraan, warung makan, toilet, dan mushola. Dari situ kami dapat mulai berjalan ke atas. Nah aku kasih tahu dulu yua, aku itu newbie banget dalam hal daki mendaki panjat memanjat. Pengalaman aku jalan jauh yang medannya naik tuh palingan seputar naik tangga ke Nglanggeran atau Tawangmangu. Trus waktu ke Cumbri itu aku sama sekali nggak ada persiapan fisik alasannya yakni diajaknya dadakan dan bahkan aku nggak tahu terang kemana perginya kami. Harusnya kalo tahu aku latihan cardio dulu dan persiapan fisik agar kuat tanpa lemes. Ya aing kan bukan terlahir sebagai kambing gunung yang secara belajar sendiri bakal dapat memanjat tebing ke puncak gunung.

Waktu gres mulai berangkat, aku dikasih tahu temen kalo nanti naiknya palingan sekitar 15 menit aja alasannya yakni ini gunungnya nggak terlalu tinggi. Gunung Cumbri terletak pada ketinggian 638 mdpl saja, bagi pendaki professional tentu ini dapat dibilang kecil sambil menjentikkan jari. Bagi saya? Wuah itu udah tinggi dan melelahkan. Pas gres mulai naik sih masih semangat, apalagi aku nggak bawa barang bawaan berat. Cuman satu tas aja isi keperluan pribadi sama satu pakaian ganti. Dua temen aku yang bawaannya pating crentel bawa macam-macam alasannya yakni mereka udah sering mendaki semacam ini. Tujuan temen aku kemari yakni buat ngambil foto sunrise, nah satunya lagi nemenin, sementara aku ikut serta sebagai penggembira kayak cheerleader aja. Saat gres naik jalannya berupa susunan batuan putih gitu, nggak rata tapi masih masuk logika untuk dilewati jalan kaki. Makin ke atas makin naik medannya kayak tanah sengkedan yang bertakik-takik gitu. Yah menyerupai anak tangga lah cuma bermaterial tanah dan batuan alam. Untung nggal licin alasannya yakni waktu itu cuaca kering - maksudnya tyda hujan. Sampai sini aku udah mulai ngerasa capek tapi belum sebegitunya. Soalnya khan aku dulu anak gunung yang lahir dan besar di Gunungkidul yang mana mainnya sehari-hari di kebon atau bukit yang medannya nyaris mirip-mirip begini. Tapi masa aku main ke kebon dan bukit itu sudah belasan tahun lampau, kalo kini tentu tubuh aku sudah melupakannya. Dulu waktu kecil aku kuat-kuat aja jalan nanjak. Tapi kalo kini rasanya ini raga renta sudah mulai cepat lelah.

Kami mulai naik sekitar pukul setengah 3. Harusnya itu waktu sahur ya - kami perginya waktu itu di bulan berkat - tapi dasar kami-kami anak pembangkang kesudahannya libur puasa. *Sungguh ini perbuatan tercela jangan dicontoh ya wahai pembaca.* Nah gres kira-kira sepuluh menit jalan aku udah lemes. Kaki sakit dari paha dengkul betis hingga telapak dan nafas terengah-engah. Alasannya alasannya yakni pertama aku memang nggak ada persiapan. Kedua laper alasannya yakni terakhir makan yakni pas buka puasa udah berjam-jam lalu. Ketiga kedinginan alasannya yakni itu dini hari boo adem mana aku pakai kaos biasa aja walau lengannya panjang. Trus masih ketambah capek alasannya yakni salah kostum pakai celana jeans dan sepatunya bukan sepatu gunung. Kaprikornus aku minta berhenti dulu istirahat. Untung teman-teman aku sabar. Malah yang satu baik banget ngasih minum ngasih cemilan mijitin kaki aing minjemin jaket sama sarung tangan juga. Astaga dragon aku ngga pernah diurusin orang lain sebelum ini. Selang beberapa menit pas aku udah baikan kami dapat melanjutkan perjalanan. Saya naiknya sambil pegangan sama temen aku yang baique tadi supaya lebih ekonomis tenaga, wkwkwk. Kaprikornus kalo pas naik aku setengah ditarik agar ngga capek. Nafas diajarin agar lewat hidung terus jangan mangap via mulut. Gitu terus hingga ketemu ritme nafas dengan jalan kakinya. Trus aku dikasih permen karet agar ngunyah terus, ini ada alasan medisnya tapi aku lupa. Kalo nggak salah agar otak ngirim sinyal tetap terjaga ke seluruh tubuh atau gimana gitu alasannya yakni otot mulutnya masih ngunyah. Nanti search aja ya dan kalo udah nemu jawabannya kasih tahu saya. Kami naik pelan-pelan aja demi saya. Untung semua maklum alasannya yakni aku kaum perempuan sendiri dalam gerombolan kami yang seuprit anggotanya. 

Sampai atas kesudahannya nyaris satu jam habis waktunya, hahaha. Syebel ngga sih 15 menit apaan kata temen aku di bawah -.-, itu kebohongan publik buat saya.  Sampai atas eksklusif teman-teman aku mendirikan tenda, nyiapain apa-apa bla bla bla dan aku boleh istirahat duduk dulu. Habis tendanya jadi sunrise sudah hampir muncul. Saya malah gulung-gulung dalam tenda bentar waktu itu alasannya yakni kedinginan. Tapi nggak usang udah dapat menyesuaikan diri buat keluar dan liat pemandangan kok. Panoramanya bagus, aku nggak usah dongeng lagi ya silahkan lihat dan menilai sendiri dari foto-foto yang ada. Ikonnya Cumbri tuh kerikil besar - dan di puncak banyak bet batu-batu ukuran sedang hingga kecil - dan kalo ngeliat ke bawah nampak jajaran gunung-gunung sekitar yang terdekat. Kami di sana hingga matahari muncul seluruhnya dan cuaca menghangat. Trus makan minum dan ngemasin tenda kemudian turun. Turunnya lebih gampang, aku jauh lebih lancar jalannya. Kali ini cuma butuh setengah jam aja untuk hingga ke bawah lagi. Pas naik tadi aku kedinginan, pas turun ini gres keringatan. Capeknya pas turun nggak terasa, dan kami balik pulang dengan rute perjalanan yang sama. Saya nggak nikmatin jalan alasannya yakni menentukan bobo anggun dan gres dibangunin pas kami berhenti makan di Sukoharjo. Habis makan lanjut balik ke Solo lagi deh.

Overall, itu pengalaman aku pertama kali naik gunung. Cumbri katanya merupakan salah satu gunung latihan bagi pendaki pemula sebelum mulai naik gunung yang sesungguhnya. Latihan aku kali itu tidak mengecewakan juga, dan aku jadi ingin naik gunung lagi yang lebih tinggi. Kan setidaknya udah ngerti medan kurang lebih kalo mendaki tuh menyerupai apa. Udah punya perbandingan juga kalo naik lagi tungginya seberapa, capeknya seberapa, butuh tenaganya seberapa dari pengalaman sekali naik Cumbri. Kelak dapat ditingkatkan, dijumlahkan kalo naik gunung yang lebih tinggi. Oke pengalaman kali ini sungguh menyenangkan dan memberi banyak pelajaran. Pas hingga Solo waktu itu eksklusif tepar tidur lagi dan nggak mandi hingga malem. Baru kerasa capek dan pegel-pegel badannya. Nggak sesakit kayak waktu pertama nge-gym sih, tapi ngantuknya lebih-lebih. Ya terang alasannya yakni semalaman pas mendaki aku jadi kurang tidurnya. Baiklah aku rasa segini aja ceritanya. Thank you so much buat yang sudah baca :). Kalo ada yang mau naik gunung, ajak-ajak aku ya! Sampai ketemu di pos selanjutnya!
Share This :
Johan Andin