[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jikalau besar lengan berkuasa pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]
Setelah saya renungkan, beberapa bulan ini hidup saya banyak dihabiskan dengan monoton. Antara kuliah, kerja, di kamar mulu: baca buku atau mewarnai. Bahkan untuk sekedar bikin look atau tutorial makeup dan review yang sungguh-sungguh pun saya tidak lakukan. Sebagian alasannya yaitu alasannya yaitu memang nggak sempat, sisanya alasannya yaitu sudah usang nggak belanja makeup baru, hahaha. Skincare pun sudah nggak selengkap dan seprestise dulu. Kaprikornus supaya hidup lebih balance, jadinya saya putuskan untuk keluar dari zona itu-itu melulu. Saya butuh piknik! Supaya ekonomis dan tidak pulang dengan stres jawaban uang terkuras, maka tujuan pikniknya enggak usah jauh-jauh dan jangan yang mahal. Biasanya tempat piknik favorit saya tidak jauh dari mall dan segala godaan hedonismenya, tapi kali ini saya akan mencoba mengunjungi salah satu wisata alam nan hits di Jawa Tengah. Tawangmangu!
Ada yang belum pernah denger? Kudet sekali jikalau demikian ki sanak. Tawangmangu yaitu lokasi dataran tinggi dengan beberapa objek wisata di dalamnya. Termasuk juga jalur naik dan turun para pendaki menuju Gunung Lawu, yakni Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang ada di Tawangmangu. Lewat dua tempat ini rasanya saya ingin naik gunung, tapi kayaknya akan sulit di animo hujan yang licin dan banyak genangan ini, jadi semoga aja waktu ke depan - entah kapan - sanggup terealisasi harapan saya itu. Tawangmangu, sekitar satu jam dari Solo ditempuh dengan kecepatan sedang melewati jalan aspal berkelok-kelok. Sepertiga jalan yang sudah hampir hingga ke tujuan, hawanya sudah terasa hambar khas pegunungan dan di tepi jalan ketemunya pepohonan melulu, rumah penduduk jarang banget. Dengan waktu tempuh segitu, saya nggak sanggup memperkirakan jaraknya dari sentra kota Solo berapa kilometer ya, dan saya juga nggak sanggup jelasin arah jalannya. Huhu soalnya saya bukan anak tuhan yang mendadak sanggup paham arah mata angin seketika. Jadi, kalau ada yang mau kesini, andalkan Google Maps aja yaa jangan tanya saya :P.
Objek wisata pilihan saya kali ini yaitu Grojogan Sewu. Ini tuh nama air terjun, Grojogan Sewu dalam bahasa Jawa bermaksa 'pancuran seribu'. Yaa semua tau ini hanya kiasan nama aja alasannya yaitu pada kenyataannya penderasan yang ada bukan seribu, tapi memang 'nggrojog' seolah-olah pancuran raksasa. Jalur masuk ke Grojogan Sewu ada dua.lewat atas atau lewat bawah. Sekitar 6 atau 7 tahun yang kemudian saya pernah ikut rombongan karyawisata Sekolah Menengan Atas ke penderasan ini juga, tapi waktu itu naik bus rame-rame dan lewar jalur atas. Kaprikornus kali ini ganti lewat bawah semoga ngerasain dua-duanya.
Jalur bawah ini pribadi tersambung dengan parkiran di muka loket masuk menuju grojogan. begitu saya sampai, pas banget gerimis turun rintik-rintik. Saya tiba sekitar pukul 1 siang, tapi cuaca teduh - nggak panas blas - dan udara sejuk. Untung gerimisnya nggak berlanjut jadi hujan deras, jadi saya tetap sanggup jalan dengan nyaman tanpa harus payungan apalagi ber-jas hujan. Karena ini lewat jalur bawah, maka untuk hingga ke grojogan, ya berarti harus naik. Setelah melalui pintu loket dengan tarif retribusi sebesar Rp. 17.500 per orang untuk wisatawan domestik kayak saya dan sekitar Rp. 173.000 untuk turis absurd - wow bedanya jauh sekali ya - kemudian menerima tiket, saya diperbolehkan masuk ke jalan setapak menuju Air Terjun Grojogan Sewu. Jalannya berupa undakan watu yang dipadatkan - mungkin disemen atau apalah namanya. Undakan ini naik terus, kadang diselingi jalan setapak berbatu. Lumayan menguras tenaga loh jalan kaki lewat sini, jadi usahakan sebelum naik kau sudah ngisi kalori dulu dan bawa air minum supaya nggak dehidrasi. Di beberapa penggalan undakan batu-batunya nampak hijau berlumut, jadi pastikan menggunakan sepatu yang solnya nggak licin kalau mau jalan lewat sini supaya jauh dari resiko tergelincir. Yah meminimalisir resiko kepeleset dan jatuh hingga abuh segede bakpao lah. Saya sarankan sih sepatu olahraga yang bersol tebel, lebih empuk di telapak kaki dan yummy untuk berjalan jauh. Kalau pakai flat shoes, selain rawan jebol alasannya yaitu medan, juga kayaknya sakit di telapak kaki, apalagi untuk dipijak usang selama berjalan. Pakai high heels juga bukan pilihan benar, dipastikan jari jemari akan sakit dan kau akan gampang tertungging keluar jalur kalau maksain pakai.
Oh iya, pastikan juga mengenakan outfit yang nyaman. Saya kasih tau ya, udara di sini hambar buanget jadi lebih baik gunakan pakaian yang menghangatkan. Pakaian saya bukan pola yang bijak tapi kalau kau anak yang kebelet hits atau berasal dari negara dengan iklim sesejuk dalam kulkas sih, monggo-monggo saja boleh dicontek. Tapi kalau enggak, buang jauh-jauh segera harapan untuk kemari dengan kaus pendek dan rok suek. Lebih baik kenakan celana kain - jangan jins, kaku nanti lecet dan kalo terlalu ketat bikin peredaran darah terhambat - dan kaus panjang tebal yang nyaman, jaket boleh juga. Ehm, sebenernya pakaian saya pas naik juga jaketan kok. Trus kalau perlu tas, gunakan tas punggung. Lebih ringkes dan nggak pegel. Kalau pakai tas slempang soalnya malah bikin bahu sakit sebelah dan ribet, nggak muat banyak pula. Plus satu lagi, topi berkhasiat dikala hujan turun rintik-rintik untuk melindungi mata dari kemasukan air dan ehm makeup supaya nggak luntur, hahaha.
Fotonya kebalik urutan. Yang ini diambil sebelum foto pertama. Tetep nggak sesuai kaidah yang saya sarankan ya, hahaha. Ripped jeans memang lagi tren, tapi untuk digunakan naik ke sini sih, kayaknya malah lebih bebas melangkah dengan rok saya tadi. Nah, kalau sudah ketemu monyet-monyet kecil - apakah ini siamang, kera, atau apa nama benarnya? - kayak gini, berarti kita sudah berjalan semakin erat ke grojogan. Kira-kira 15 menit perjalanan dengan jalan kaki terkadang lari. Iya lari, saya soalnya kalau jalan mulu malah cuapek dan betis rasanya pegel banget, tapi kalau lari malah lebih yummy di kaki. Mungkin alasannya yaitu cie saya biasa lari pagi kali ya, hwehehe. Kalau nggak mau lari, jalan kaki santai sambil menikmati udara dan pemandangan alam sekitar asyik juga kok. Nah, di sepanjang perjalanan jalan kaki sambil lari tadi, ada warung makan dan tempat beristirahat juga contohnya capek dan butuh asupan energi dulu. Setengah jalan melewati warung makan ini, gerimis sudah berhenti.
Kalau contohnya jalan sambil bawa makanan, minuman, bahkan kamera, berhati-hatilah dengan kera-kera kecil yang melintas. Sekilas mereka memang keliatan unyu tapi bahwasanya suka merebut apa saja itu. Dua yang sedang saya ajak ngobrol di atas sudah merebut botol minum saya beserta dua bungkus snack - yang sisa kemasannya pribadi dilempar balik depan muka saya dan harus saya yang mungut untuk dibuang ke tempat sampah, miris sekali - dan nyaris menjambak rambut indah saya. Kacian ya adek, ke sini malah di-bully onyit-onyit kecil :(. Tapi untung topi nggak ditarik lepas, kalau iya, sudah saya kejar mereka bahkan kalau hingga harus manjat pohon. Kera-kera suka ngambil apa saja kepunyaan pengunjung kayaknya sudah kebiasaan turun temurun semenjak dulu. Waktu saya ke sini 6 atau 7 tahun kemudian pun sudah begitu kebiasaan mereka. Entah naluri alam atau alasannya yaitu terbiasa dikasih sesuatu sama insan kemudian nagih terus atau gimana saya kurang paham juga mekanismenya.
Oke, kenapa mendadak saya sudah berganti kostum lagi -_-. Karena semoga kesannya beda hari pas piknik kesana, hahaha *gaje sekali saya. Air terjunnya ada pas di belakang saya ini tapi nggak kefoto. Yaa jadi nggak sanggup nunjukin deh. Air Terjun Grojogan Sewu ini merupakan sebuah pancuran alam, tingginya saya nggak tahu pasti, tapi tidak mengecewakan gede kok. Letaknya dibatasi batu-batuan hitam yang dialiri air, jadi dari undakan tadi sehabis hingga ujung - ini menurun undakannya - kemudian disambung dengan dua jembatan penghubung yang di ujungnya ada jalan kanal menuju grojogan. Di sini ada beberapa ibu-ibu penjaja payung sewaan kalau contohnya kau kepanasan atau cuaca sedang hujan. Nah untuk hingga di grojogan, mari kita berjalan kaki melewati bebatuan. Agak licin jadi harus hati-hati, dan lebih yummy kalo pake sandal aja atau sekalian tanpa bantalan kaki. Kebetulan saya cuma bawa satu sepatu dan sayang kalau lembap jadi jadinya saya pun nyeker :P.
Area bawah grojogan dipenuhi pengunjung pas saya ke sini. Biasanya mereka cuma sekedar main air atau foto-foto. Di sisi kiri maupun kanan grojogan, dipenuhi rimbun dedaunan. Sejuk diliatnya, plus makin sejuk alasannya yaitu udara di sini yang memang hambar syekali. Air yang mengalir dari grojogan jangan ditanya, adem pisann. Berasa kayak ketumpahan air dari kulkas. Terus titik-titik air yang jatuh dari grojogan menyebar hingga jangkauan tidak mengecewakan jauh, kayak gerimis gitu, jadi kalau kita ada di lokasi bebatuan bawah penderasan niscaya basah. Btw bebatuan hitam ini ada hingga radius yang cukup lebar lho dari grojogan.
Saya nggak usang main air di sini alasannya yaitu cuaca mendung banget, udah turun gerimis rintik-rintik lagi juga. Kaprikornus saya putuskan untuk menepi dari air dan makan dulu. Kuliner yang populer di sini yaitu sate kelinci, tapi alasannya yaitu saya anaknya penyayang binatang jadi milih makan sajian lain aja. Ada beberapa warung makan di sekitar yang lokasinya berdekat-dekatan. Untuk menuju ke sini kita tinggal lewat jalan semen yang tepinya penuh pohon-pohon besar nan rimbun. Nyaris semua warung makan menunya serupa dengan harga masakan dan minuman yang sudah dicantumkan jadi nggak akan ketipu. Harga masakan dan minuman di sini enggak mahal kok untuk ukuran tempat wisata, masih sanggup dibilang terjangkau. Tapii, makan tetep nggak bebas dari gangguan onyit yang berloncatan kesana kemari naik turun pohon jalan, jalan dan berlarian sesuka kaki mereka, jadi tetep hati-hati ya.
Habis makan, saya lanjut berkeliling jalan-jalan alasannya yaitu gerimis sudah reda lagi. Di sekitar terdapat wahana kolam renang dan flying fox tapi enggak saya coba dua-duanya. Saya milih main ayunan aja, hahaha. Ini ayunan umum kok, jadi bebas digunakan siapa saja dan gratis. Saya ceritain ya, waktu kecil dulu saya suka banget main ayunan. Kebetulan sahabat main saya pas Taman Kanak-kanak punya ayunan sendiri di rumahnya jadi kami sering banget main ayunan bersama. Wuih sanggup seharian deh diombang-ambingkan di atas ayunan - kadang hingga pusing kepala juga alasannya yaitu terlalu banyak diayun. Kaprikornus main ayunan di sini berasa nostalgia buat saya, hehehe.
Setelah puas main ayunan, hari sudah menjelang sore jadi saya putuskan untuk keluar dari lokasi grojogan. Kembalinya lewat jalur yang berbeda dengan dikala tiba tadi alasannya yaitu saya ingin mencicipi lewat jalur atas. Jalurnya naik dan terdiri dari anak tangga yang ditulis sejumlah 1.250 naik turun - berarti kalau naik doang mungkin setengahnya - dan bermaterial semen, jadi nggak licin kayak pas tiba tadi. Rasanya lebih jauh pas lewat sini, hehehe. Lebih capek juga alasannya yaitu anak tangganya nggak landai, jadi modelnya tinggi-tinggi gitu. Di sepanjang perjalanan ada beberapa gazebo kecil untuk beristirahat dan ada satu lapak penjual minuman. Sampai di atas, disambut dengan gapura papan dan hingga deh ke pintu keluar jalur atas.
Di atas sini banyak penyewaan kuda tunggangan. Ih saya gemes sekali pingin nyoba alasannya yaitu belum pernah naik kuda sebelumnya, jadi saya nyewa deh sebentar. Satu kali putaran dengan rute nggak seberapa jauh dihargai Rp. 30.000 saja lengkap dengan bapak pawang yang mengikuti kuda berjalan atau membantu menuntun kalau kitanya belum berani mengendalikan kuda sendiri. Saya sering baca teknik menunggang kuda dari buku cerita, yaitu dengan memegang tali kekang dan tarik untuk jalan - gerakkan untuk mengarahkan - dan lepaskan untuk berhenti, tapi pas nyoba sendiri gini ternyata nggak semudah teori -_-'. Kuda tunggangan saya berwarna coklat gelap dengan bulu-bulu sewarna kulitnya. Cukup tinggi, dan berasa agak kaget juga saya pas naik ke pelananya alasannya yaitu jadi tinggi banget duduknya. Kudanya jinak dan sudah terlatih ditumpangi orang asing, tapi tetep saya khawatir juga. Takut jatuhlah, takut olenglah, atau takut kudanya ngamuk. Jadilah saya didampingi bapak pawang yang bantu peganging tali kekang. Waktu jalan, kudanya bergerak ke kanan dan ke kiri jadi duduk saya nggak sanggup anteng. Setelah beberapa menit, gres deh terbiasa dengan tunggangan ini, berasa jadi hero yang lagi naik kuda nih.
Menurut saya binatang punya naluri untuk mencicipi pengendalinya takut atau enggak. Karena saya sempat diberi kesempatan oleh pak pawang untuk pegang tali kekang sendiri, hasilnya si kuda jalan oleng miring-miring meringkik dan nyaris menabrak warung yang ada di tepi jalan. Sebabnya mungkin alasannya yaitu saya yang super deg-degan menaikinya, hahaha. Soalnya secara teori udah bener. Si kuda juga jadi jalan lebih cepet, beda dari pas dipegang pawangnya ia santai aja. Hmm, mungkin saya harus lebih damai dan ngebiasain diri sama si kuda.
Puas naik kuda, istirahat deh saya di kios wedang ronde. Hangaat, apalagi di cuaca Tawangmangu yang super hambar gini. Di sekitar kos wedangan ini terdapat juga beberapa kios oleh-oleh, tapi tahu kan saya nggak beli, hahaha :D. Lalu selang beberapa lama, alasannya yaitu udah sore tiba deh saatnya pulang! Seneng banget pikniknya hari ini dan ngasih penyegaran buat jiwa saya, hahaha. Kayaknya berwisata alam gini sanggup jadi agenda tetap saya untuk mengusir kepenatan deh :). Ada yang suka piknik ke alam juga? Kawasan Air Terjun Grojogan Sewu Tawangmangu sanggup jadi tujuan seru kau lho. Selamat liburan ke sini juga!
Share This :
comment 0 comments
more_vert